Recent Tube

Breaking

Monday, May 23, 2016

RESEP YANG RASIONAL

Resep yang rasional merupakan resep yang menjamin bahwa pasien menerima obat yang tepat, dengan dosis yang tepat, dengan durasi pengobatan yang tepat dan harga yang sesuai untuk mereka. Hal ini sesuai dengan kondisi pasien. Obat yang tepat harus sesuai dengan kondisi fisiologis pasien atau merupakan drug of choice dari penyakit. Dosis yang tepat harus disesuaikan dengan dosis standar atau dosis lazim dan disesuaikan dengan umur pasien. durasi yang tepat harus disesuaikan dengan jangka waktu pengobatan penyakit, misalnya pengobatan TBC harus 6 bulan berturut-turut. Sedangkan harga yang sesuai harus disesuaikan dengan ekomomi pasien, pasien bisa memilih bila ada obat dengan harga yang lebih murah dengan kandungan yang sama dan harus izin dokter. Resep yang rasional mengacu pada pengobatan yang rasional.
Berikut ini merupakan kriteria atau syarat dikatakan Pengobatan Yang Rasional :

  1. Tepat diagnosis: Penggunaan obat harus berdasarkan penegakan dosis yang tepat.
  2. Tepat pemilihan obat: Pemilihan obat yang tepat berdasarkan kelas terapi sesuai diagnosis. 
  3. Tepat indikasi: Pemberian obat harus sesuai dengan indikasi dari hasil diagnosis. 
  4. Tepat pasien: obat yang digunakan harus mempertimbangkan kondisi invidu pasien 
  5. Tepat dosis: dosis harus sesuai range terapi obat. 
  6. Tepat cara dan lama pemberian: mempertimbangkan keamanan dan kondisi pasien. Lama pemberian juga harus sesuai karakteristik obat dan penyakit. 
  7. Tepat harga: penggunaan obat harus sesuai dengan indikasi sehingga tidak terjadi pemborosan. 
  8. Tepat informasi: informasi cara penggunaan obat akan mempengaruhi ketaatan pasien dalam menggunakan obat. 
  9. Waspada efek samping: penggunaan obat berpotensi menimbulkan efek samping yang harus diwaspadai.
Disamping ada pengobatan yang rasional, ada juga pengobatan yang tidak rasional. Faktor yang menyebabkan pengobatan tidak rasional bisa dari dokter, perawat atau apoteker. Berikut ini merupakan ciri-ciri pengobatan yang tidak rasional.

  • Tidak ada indikasi pemakaian secara medik atau tersamar. 
  • Pemilihan obat yang keliru untuk indikasi penyakit tertentu. 
  • Cara pemberian obat, dosis, frekuensi dan lama pemberian yang tidak sesuai. 
  • Potensi toksisitas dan efek samping obat lebih besar dibandingkan kemanfaatannya. 
  • Pemakaian obat-obatan dengan harga yang mahal. 
  • Tidak memberikan pengobatan yang sudah diketahui dan diterima kemanfaatan dan keamanannya.

Dalam pengobatan atau peresepan bisa dikatakan penggunaan obat yang tidak rasional bila terdapat salah satu dari kriteria dibawah ini.

  1. Peresepan yang boros (Extravagant) ---> Polypharmacy: penggunaan obat yang berlebihan.Satu resep terdapat dua obat dengan indikasi dan mekanisme yang sama. Peresepan menggunakan obat-obat yang lebih mahal padahal ada alternatif yang lebih murah. Contoh: Pemberian antibiotika pada pasien ISPA non pneumonia. 
  2. Penggunaan berlebihan (Over prescribing). Peresepan dengan dosis, lama pemberian atau jumlah obat melebihi ketentuan. Contoh: pemberian gentamicin injeksi 80 mg untuk pasen selama 3 minggu, padahal standar terapi: 80 mg selama 2 minggu. Pemberian beberapa jenis multivitamin. 
  3. Peresepan kurang (Under prescribing). Obat yang diperlukan tidak diresepkan. Dosis obat terlalu rendah. Contoh: amoxicillin untuk dewasa adalah 500 mg, tetapi hanya diberikan 250 mg. Durasi pemberian yang pendek. Contoh: pemberian antibiotik untuk ISPA hanya 3 hari (standar terapi 6 hari). 
  4. Peresepan majemuk (multiple prescribing). Resep yang mengandung dua atau lebih kombinasi obat, padahal cukup diberikan obat tunggal saja. 
  5. Peresepan yang salah (incorrect prescribing).Pemakaian obat dengan indikasi keliru. Contoh: pemberian vitamin B12 untuk keluhan pegal linu. Pemakaian obat yang tidak tepat. Contoh: pemberian tetrasiklin pada anak penderita cholera padahal ada pilihan lain yang lebih aman: kotrimoksazole. Peresepan obat tanpa memperhitungkan kondisi pasien (adanya kelainan ginjal atau jantung).

Dari penggunaan obat yang tidak rasional tentunya akan mengakibatkan atau berdampak negatif bagi si pemakai/pasien. Penggunaan obat yang tidak rasional dampak fatalnya adalah kematian. Resistensi terhadap antibiotic. Timbul adverse drug reaction (ADR) dan adanya medication error. Pemborosan biaya karena harusnya pasien membayar lebih murah justru lebih mahal dan berkurangnya kepercayaan pasien terhadap pelayanan kesehatan.

Faktor utama penyebab penggunaan obat yang tidak rasional bisa dari berbagai sumber, seperti :
  1. Sistem Pendidikan, bisa disebabkan karena kurangnya bekal dan keterampilan mengenai pemakaian obat.Kurangnya mengikuti pendidikan berkelanjutan.Kurangnya mengikuti perkembangan informasi mengenai obat dan terapetika yang baru.
  2. Sistem Pelayanan, Sistem suplay yang tidak efisien,Tidak adanya Buku pedoman pengobatan atau formularium di unit-unit pelayanan.Beban pelayanan yang berat sehingga pelayanan untuk tiap pasien tidak optimal. 
  3. Penulis Resep, bisa disebabkan kaena kurangnya pengetahuan medik, kebutuhan dan ketersediaan obat, ketidakmampuan menelaah informasi sehingga setiap informasi mempengaruhi kebiasaan peresepan. 
  4. Pasien, bisa disebabkan karena tekanan kepada dokter (prescriber) untuk meresepkan obat sesuai keinginan pasien tanpa memperhatikan ketepatan pengobatan.

Dari akibat negatif yang ditimbulkan dari penggunaan obat yang tidak rasional, maka perlu diadakan pemantauan penggunaan obat yang rasional. Oleh karena itu WHO menetapkan indikator untuk penggunaan obat yang rasional, terutama indikator dari peresepan. Beberapa indikator peresepan menurut WHO yaitu :
  1. Jumlah obat per resep ---> untuk mendeteksi ada tidaknya polipharmacy. 
  2. Persentase resep obat generik ---> untuk mengukur penggunaan obat generik. 
  3. Persentase penggunaan antibiotik ---> untuk mengetahui adanya overuse atau pemborosan penggunaan obat. 
  4. Persentase penggunaan injeksi ---> untuk mengetahui adanya overuse atau pemborosan dalam penggunaan obat 
  5. Persentase obat yang diresepkan berdasarkan panduan ---> untuk memantau derajat kepatuhan terhadap suatu kebijakan
WHO juga melakukan pemantauan penggunaan obat di negara berkembang pada tahun 2009 di Etiopia. Dan hasilnya cukup mengejutkan. Hasilya terlihat dalam gambar dibawah ini.




 Silahkan share :)


Baca juga :




No comments:

Post a Comment

728