Recent Tube

Breaking

Wednesday, July 22, 2015

LAPORAN BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA TERAPAN ABSORBSI OBAT SECARA IN VITRO


LAPORAN PRAKTIKUM
BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA TERAPAN
MODUL II KECEPATAN DISOLUSI INTRINSIK

logo-ums.jpg

DI SUSUN OLEH :
                           NAMA            : BENY DWI HATMOKO
                           NIM                : K100110017
                           KELOMPOK : A.3

LABORATORIUM BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA TERAPAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2013

PERCOBAAN II
KECEPATAN DISOLUSI INTRINSIK
A.    TUJUAN  PERCOBAAN
Mengukur kecepatan disolusi intrinsikAsam Salisilat dalam medium air sebagai preformulasi untuk bentuk sediaannya (tablet).

B.     DASAR TEORI
Disolusi obat adalah suatu proses pelarutan senyawa aktif dari bentuk sediaan padat ke dalam media pelarut. Pelarut suatu zat aktif sangat penting artinya bagi ketersediaan suatu obat sangat tergantung dari kemampuan zat tersebut melarut ke dalam media pelarut sebelum diserap ke dalam tubuh. Sediaan obat yang harus  diuji disolusinya adalah bentuk padat atau semi padat, seperti kapsul, tablet atau salep.
Agar suatu obat diabsorbsi, mula-mula obat tersebut harus larutan dalam cairan pada tempat absorbsi. Sebagai contoh, suatu obat yang diberikan secara oral dalam bentuk tablet atau kapsul tidak dapat diabsorbsi sampai partikel-partikel obat larut dalam cairan  pada suatu tempat dalam saluran lambung-usus. Dalam hal dimana kelarutan suatu obat tergantung dari apakah medium asam atau medium basa, obat tersebut akan dilarutkan berturut-turut dalam lambung dan dalam usus halus. Proses melarutnya suatu obat disebut disolusi.                                                                                                                                             (Ansel, 1985)
Bila suatu tablet atau sediaan obat lainnya dimasukkan dalam saluran cerna, obat tersebut mulai masuk ke dalam larutan dari bentuk padatnya. Kalau tablet tersebut tidak dilapisi polimer, matriks padat juga mengalami disintegrasi menjadi granul-granul, dan granul-granul ini mengalami pemecahan menjadi partikel-partikel halus. Disintegrasi, deagregasi dan disolusi bisa berlangsung secara serentak dengan melepasnya suatu obat dari bentuk dimana obat tersebut diberikan.                                                                            (Martin, et. al., 1993).
Mekanisme disolusi, tidak dipengaruhi oleh kekuatan kimia atau reaktivitas partikel-partikel padat terlarut ke dalam zat cair, dengan mengalami dua langkah berturut-turut:
1.                                                        Larutan dari zat padat pada permukaan membentuk lapisan tebal yang tetap atau film disekitar partikel
2.                  Difusi dari lapisan tersebut pada massa dari zat cair.
Langkah pertama,. larutan berlangsung sangat singkat. Langka kedua, difusi lebih lambat dan karena itu adalah  langkah terakhir.
Adapun mekanisme disolusi dapat digambarkan sebagai berikut :
 



                                         Difusi layer model (theori film)
Pada waktu suatu partikel obat memngalami disolusi, molekul-molekul obat pada permukaan mula-mula masuk ke dalam larutan menciptakan suatu lapisan jenuh obat-larutan yang membungkus permukaan partikel obat padat. Lapisan larutan ini dikenal sebagai lapisan difusi. Dari lapisan difusi ini, molekul-molekul obat keluar melewati cairan yang melarut dan berhubungan dengan membrane biologis serta absorbsi terjadi. Jika molekul-molekul obat terus meninggalkan larutan difusi, molekul-molekul tersebut diganti dengan obat  yang dilarutkan dari permukaan partikel obat dan proses absorbsi tersebut berlanjut.                                                                                                 (Gennaro, A. R., et all., 1990)
Untuk mengetahui parameter-parameter yang mempengaruhi proses pelarutan maka harus dipahami persamaan klasik yang dikembangkan Nayes-Whitney :
= k.S (Cs% - C)
kecepatan disolusi bahan obat     S= Luas permukaan bahan obat
K = tetepan kecepatan disolusi           Cs=kelarutan bahan obat (jenuh)
C= kadar bahan obat yang terlarut dalam cairan medium     
                                                                                    (Shargel, 1998)
Jika proses disolusi untuk suatu partikel obat tertentu adalah cepat, atau jika obat diberikan  sebagai suatu larutan  dan tetap ada dalam tubuh seperti itu, laju obat yang terabsorbsi terutama akan tergantung pada kesanggupannya menembus  menembus pembatas membran. Tetapi, jika laju disolusi  untuk suatu partikel obat lambat, misalnya mungkin karena karakteristik zat obat atau bentuk dosis yang diberikan , proses disolusinya sendiri akan merupakan tahap yang menentukan laju dalam proses absorbsi. Perlahan-lahan obat yang larut tidak hanya bisa diabsorbsi pada suatu laju rendah, obat-obat tersebut mungkin tidak seluruhnya diabsorbsi atau dalam beberapa hal banyak yang tidak diabsorbsi setelah pemberian ora, karena batasan waaktu alamiah bahwa obat bisa tinggal dalam lambung atau saluran usus halus.                         (Martin, et. al., 1993). 

   
C.     ALAT DAN BAHAN
ALAT :      1. Penyangga (holder) pellet        5. Timbangan analitik
       2. Motor pemutar                         6. Alat-alat gelas
       3. Stopwatch                                7. Tabung disolusi
       4. Spektrofotometer UV              8. Thermostat dengan penangas air
            BAHAN :  1. Pellet bahan obat
                               2. Lilin cair
                               3. Medium disolusi
                               4. Reagensia









D.    CARA KERJA
·         Mencari OT
·         Mencari λ maks
·         Pembuatan kurva baku

·         Pengukuran sampel




Analisis Cara Kerja
Yang dilakukan adalah mencari OT (operating time) yang bertujuan untuk mendapatkan nilai absorbansi yang stabil. Kemudian menentukan panjang gelombang maksimum setelah tercapai OT. Penentuan panjang gelombang maksimum bertujuan untuk mendapatkan nilai absorbansi terbesar.
Menentukan data OT dan panjang gelombang maksimal yang diperoleh, digunakan untuk penentuan kurva baku menggunakan seri kadar tertentu. Pengambilan larutan stok untuk masing-masing kadar dimasukkan dalam labu takar, kemudian dibaca pada panjang gelombang maksimal dan OT. Kemudian hasil absorbansi dimasukkan dalam regresi linier.
Suhu pada waktu disolusi dijaga agar tetap 37o±0,5 C supaya menyerupai suhu tubuh yang nantinya akan terdisolusi.
Tujuan ditutupi menggunakan lilin cair adalah supaya lapisan pelet yang terbuka hanya satu saja yang bersinggungan langsung dengan medium disolusi sehingga tidak menambah kadar obat dan hasil yang diperoleh lebih valid.
Penyamplingan dilakukan pada menit 2, 5, 10, 15, 20,25, 30, 45 dan 60 sebanyak 5 ml. Cairan sampel yang diambil harus diganti, dengan medium disolusi pada volume yang sama dan pada suhu  37o±0,5 C supaya tidak mengubah tidak mengubah kondisi disolusi. Penambahan FeNo3bertujuan untuk membentuk kompleks warna yang kemudian dibaca sabsorbansinya pada OT yang telah diketahui.










E.     Hasil Percobaan
Nama bahan obat (pellet)  : asam saisilat
Berat pellet                        : 500 mg
Medium disolusi               : aquadest
Diameter pellet                  : 12 cm
Luas pellet                         :1,1304 cm2
Volume sampel                 : 5,0 mL
Blanko                               : 0,5 mL aquadest + 0,45 mL FeNO3

Kurva Baku Asam Salisilat
y                = 4,7372x – 0,7679
λ max        = 4,27
OT              = 5 menit

a.       Kurva Baku
C
absorbansi
0,5
0250
0,25
0,183
0,125
0,218
0,625
0,193
0,03125
0,171

a    = -0,7679                                y = 4,7372x – 0,7679
b    = 4,7273
r      = 0,7818






b.      Sampel Obat
T (menit)
abs
C (mg/mL)
Factor koreksi
C terkoreksi
W (mg)
A (Luas)
W/A
5
1,297
0,436
0
0,436
109
1,1304
96,43
10
1,359
0,499
0,0872
0,5862
146,55
129,64
15
1,399
0,457
0,0972
0,5542
138,55
122,57
20
1,232
0,422
0,1063
0,5283
132,08
116,84
25
1,244
0,425
0,1147
0,5397
134,93
119,36
30
1,248
0,426
0,1232
0,5492
137,3
121,46
45
1,280
0,432
0,1317
0,5637
140,93
124,76
60
1,296
0,436
0,1403
0,5763
144,08
127,46

I.                   Kadar
Persamaan y = 4,7372x – 0,7679

1.      t = 5 menit dan abs = 1,297
1,297   = 4,7372x -  0,7679
2,0649 = 4,7372x
x          = 0,436 mg/mL
2.      t = 10 dan abs = 1,359
1,359   = 4,7372x -  0,7679
2,1269 = 4,7372x
x          = 0,449 mg/mL
3.      t = 15 menit dan abs = 1,399
1,399   = 4,7372x -  0,7679
2,1669 = 4,7372x
x          = 0,457 mg/mL
4.      t = 20 menit dan abs = 1,232
1,232   = 4,7372x -  0,7679
1,9999 = 4,7372x
x          = 0,422 mg/mL
5.      t = 25 menit dan abs = 1,244
1,244   = 4,7372x -  0,7679
2,0119 = 4,7372x
x          = 0,425 mg/mL
6.      t = 30 menit dan abs 1,248
1,248   = 4,7372x -  0,7679
2,0158 = 4,7372x
x          = 0,426 mg/mL
7.      t = 45 menit dan abs 1,280
1,280   = 4,7372x -  0,7679
2,0479 = 4,7372x
x          = 0,432 mg/mL
8.      t = 60 menit dan abs 1,296
1,296   = 4,7372x -  0,7679
 2,0639= 4,7372x
x          = 0,436 mg/mL


II.                factor Koreksi
FK = (  X kadar sebelumnya) + FK sebelumnya
1.      t = 5 menit
FK       = (  X 0 mg/ mL) + 0
            = 0 mg/mL
2.      t = 10 menit
FK       = (  X 0,436 mg/ mL) + 0
            = 0,0872 mg/mL
3.      t = 15 menit
FK       = (  X 0,499 mg/ mL) + 0,0872
            = 0,0972 mg/mL
4.      t = 20 menit
FK       = (  X 0,457 mg/ mL) + 0,0972
            = 0,1063 mg/mL
5.      t = 25 menit
FK       = (  X 0,422 mg/ mL) + 0,1063
            = 0,1147 mg/mL
6.      t = 30 menit
FK       = (  X 0,425 mg/ mL) + 0,1147
            = 0,1232 mg/mL
7.      t = 45 menit
FK       = (  X 0,426 mg/ mL) + 0,1232
            = 0,1317 mg/mL
8.      t =60 menit
FK       = (  X 0,432 mg/ mL) + 0,1317
            = 0,1403 mg/mL


III.             Terkoreksi
Terkoreksi = kadar + FK

1.      t = 5 menit
= 0 + 0,436
= 0,436 mg/mL
2.      t = 10 menit
= 0,0872 + 0,499
= 0,5862 mg/mL
3.      t = 15 menit
= 0,0972 + 0,457
= 0,5542 mg/mL
4.      t = 20 menit
= 0,1063 + 0,422
= 0,5283 mg/mL
5.      t = 25 menit
= 0,1147 + 0,425
= 0,5397 mg/mL
6.      t = 30 menit
= 0,1232 + 0,426
= 0,5492 mg/mL
7.      t = 45 menit
= 0,1317 +0,432
= 0,5637 mg/mL
8.      t = 60 menit
= 0,1403 + 0,436
= 0,5763 mg/mL

IV.             W
W = terkoreksi x medium                         mg/mL x mL = mg

1.      t = 5 menit
= 0,436 x 250
= 109 mg
2.      t = 10 menit
= 0,5862 x 250
= 146,55 mg
3.      t = 15 menit
= 0,5542 x 250
= 138,55 mg
4.      t = 20 menit
= 0,5283 x 250
=132,08 mg
5.      t = 25 menit
= 0,5397 x 250
= 134,93 mg
6.      t = 30 menit
= 0,5492 x 250
= 137,3 mg
7.      t = 45 menit
= 0,5637 x 250
= 140,93 mg
8.      t = 60 menit
= 0,5763 x 250
= 144,08 mg




V.                Luas Permukaan
A   = π r2                                           A=
       = 3,14 x 0,62
       = 1,1304

1.      t = 5 menit
=  
 = 96,43 mg/cm2
2.      t = 10 menit
=  
 = 129,64 mg/cm2
3.      t = 15 menit
=  
 = 122,57 mg/cm2
4.      t = 20 menit
=  
 = 116,84 mg/cm2
5.      t = 25 menit
=  
 = 119,36 mg/cm2
6.      t = 30 menit
=  
 = 121,46 mg/cm2
7.      t = 45 menit
=  
 = 124,76 mg/cm2
8.      t = 60 menit
=  
 = 127,46 mg/cm2

c.       Regresi Linier
T ( waktu )
W/A( mg/cm2 )
5
96,43
10
129,64
15
122,57
20
116,84
25
119,36
30
121,46
45
124,76
60
127,46
Text Box: Kecepatan disolusi intristik 0,286 mg cm-2 menit-1A = 112,313
B = 0,286
R = 0,511
d.      Kurva t vs W/A














No comments:

Post a Comment

728