Recent Tube

Breaking

Wednesday, March 19, 2014

Kegiatan Teknis dan Non Teknis Kefarmasian di Apotek

Kegiatan Teknis dan Non Teknis Kefarmasian di Apotek, Pengadaan, perencanaan, penyimpanan, 
pengelolaan narkotika, pengelolaan psikotropika, Pencatatan, pengarsipan, pelaporan narkotika, psikotropika dan dokumentasi, dan administrasi pelayanan di apotek
A.     Kegiatan Teknis Kefarmasian
Pengelolaan teknis kefarmasian meliputi pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya yang meliputi kegiatan:
1.      Pengadaan
Pengadaan sediaan farmasi harus melalui jalur resmi sesuai peraturan perundang-undangan.
2.      Penyimpanan
a.    Obat atau bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru. Wadah sekurang-kurangnya memuat nama obat, nomor bets, dan tanggal kadaluarsa.
b.    Semua bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai, layak dan menjamin kestabilan bahan.


3.      Perencanaan
Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu memperhatikan:
a.    pola penyakit,
b.    kemampuan masyarakat,
c.    budaya masyarakat, dan
d.   Pola penulisan resep oleh dokter sekitar.
4.      Pengelolaan Narkotika
Berdasarkan Undang-Undang No.35 tahun 2009 tentang narkotika, narkotika dapat didefinisikan sebagai suatu zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.
Narkotika sangatlah bermanfaat dan diperlukan untuk pengobatan dan pelayanan kesehatan serta pengembangan ilmu pengetahuan, namun dapat menimbulkan ketergantungan yang dapat merugikan pemakai apabila dipergunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan seksama. Narkotika sering digunakan dengan cara maupun tujuan yang salah. Oleh karena itu, perlunya diadakan pengawasan terhadap penggunaan narkotika yang meliputi pembelian, penyimpanan, penjualan, administrasi serta penyampaian laporannya.
Dalam rangka mempermudah pengawasan penggunaan Narkotika di wilayah Indonesia maka Pemerintah menetapkan PT. Kimia Farma sebagai satu-satunya perusahaan yang diizinkan untuk memproduksi, mengimpor dan mendistribusikan narkotika di Indonesia (12).
Pengelolaan narkotika meliputi kegiatan:
a.    Pemesanan narkotika.
     Pemesanan narkotika hanya dapat dilakukan oleh Pedagang Besar Farmasi (PBF) Kimia Farma. Pesanan narkotika bagi apotek ditandatangani oleh APA dengan menggunakan surat pesanan rangkap empat, dimana tiap jenis pemesanan narkotika menggunakan satu surat pesanan yang dilengkapi dengan nomor SIK apoteker dan stempel apotek (13).
b.    Penyimpanan narkotika
     Narkotika yang berada di apotek wajib disimpan secara khusus sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan dalam UU No. 35 tahun 2009 pasal 14 ayat (1). Adapun tata cara penyimpanan narkotika diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 28/MENKES/PER/1978 pasal 5, yaitu apotek harus memiliki tempat khusus untuk menyimpan narkotika. Tempat khusus tersebut harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1)   Harus seluruhnya terbuat dari kayu atau bahan lain yang kuat.
2)   Harus mempunyai kunci ganda yang kuat.
3)   Dibagi menjadi 2 bagian, masing-masing bagian dengan kunci yang berlainan. Bagian pertama digunakan untuk menyimpan morfin, petidin dan garam-garamnya serta persediaan narkotika, sedangkan bagian kedua dipergunakan untuk menyimpan narkotika lainnya yang dipakai sehari-hari.
4)   Apabila tempat tersebut berukuran 40 x 80 x 100 cm, maka lemari tersebut harus dibuat pada tembok dan lantai.
            Selain itu pada pasal 6 Peraturan Menteri Kesehatan No.28/Menkes/Per/I/1978 dinyatakan bahwa:
1)   Apotek harus menyimpan narkotika dalam lemari khusus sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 5 Peraturan Menteri Kesehatan No.28/Menkes/Per/1978 dan harus dikunci dengan baik.
2)   Lemari khusus tidak boleh dipergunakan untuk menyimpan barang lain selain narkotika, kecuali ditentukan oleh Menteri Kesehatan.
3)   Anak kunci lemari khusus dikuasai oleh penanggung jawab atau pegawai lain yang diberi kuasa.
4)   Lemari khusus diletakkan di tempat yang aman dan tidak boleh terlihat oleh umum
c.    Pelayanan resep mengandung narkotika
Apotek hanya melayani pembelian narkotika berdasarkan resep dokter dengan ketentuan berdasarkan surat edaran balai POM No. 336/EE/SE/1977 antara lain dinyatakan:
1)   Sesuai dengan bunyi pasal 7 ayat (2) undang-undang no. 9 tahun 1976 tentang narkotika, apotek dilarang melayani salinan resep yang mengandung narkotika, walaupun resep tersebut baru dilayani sebagian atau belum dilayani sama sekali.
2)   Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum dilayani sama sekali, apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya boleh dilayani oleh apotek yang menyimpan resep aslinya.
3)   Salinan resep dari resep narkotika dengan tulisan iter tidak boleh dilayani sama sekali. Oleh karena itu dokter tidak boleh menambah tulisan iter pada resep-resep yang mengandung narkotika.
d.   Pelaporan narkotika
Berdasarkan Undang-Undang No. 35 tahun 2009 Pasal 14 ayat (2) dinyatakan bahwa industri farmasi, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan wajib membuat, menyampaikan, dan menyimpan laporan berkala mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran narkotika yang berada dalam penguasaannya. Laporan tersebut meliputi laporan pemakaian narkotika dan laporan pemakaian morfin dan petidin. Laporan harus di tandatangani oleh apoteker pengelola apotek dengan mencantumkan SIK, SIA, nama jelas dan stempel apotek, kemudian dikirimkan kepada Kepala Dinas Kesehatan RI Kota/Kabupaten setempat dengan tembusan kepada:
1)   Kepala Dinas Kesehatan. 
2)   Balai Besar POM.
3)   Penanggung jawab narkotika PT. Kimia Farma Tbk.
4)   Arsip.
Laporan yang ditandatangani oleh APA meliputi:
1)   Laporan penggunaan sediaan jadi narkotika.
2)   Laporan penggunaan bahan baku narkotika.
3)   Laporan khusus penggunaan morfin dan petidin.
Laporan narkotika tersebut dibuat setiap bulannya dan harus dikirim selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya (14).
e.    Pemusnahan narkotika
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.28/MENKES/PER/I/1978 Pasal 9 disebutkan bahwa pemegang izin khusus dan atau APA dapat memusnahkan narkotika yang rusak atau tidak memenuhi syarat (15).
Berdasarkan Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 tentang narkotika disebutkan bahwa pemusnahan narkotika dilakukan dalam hal:
1)   Diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan atau tidak dapat digunakan dalam proses produksi.
2)   Kadaluarsa.
3)   Tidak memenuhi syarat lagi untuk digunakan dalam pelayanan kesehatan dan atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan.
4)   Berkaitan dengan tindak pidana.
Berdasarkan Pasal 61 Undang-Undang No. 22 Tahun 1997, pemusnahan narkotika dilaksanakan oleh pemerintah, orang atau badan usaha yang bertanggung jawab atas produksi dan atau peredaran narkotika, sarana kesehatan tertentu serta lembaga ilmu pengetahuan dengan disaksikan oleh pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan RI. Pelaksanaan pemusnahan narkotika yang rusak atau tidak memenuhi persyaratan pada apotek adalah sebagai berikut:
1)   Bagi apotek di tingkat propinsi, pelaksanaan pemusnahan disaksikan oleh petugas dari Balai POM setempat.
2)   Bagi apotek di tingkat Kabupaten/Kota pemusnahan disaksikan oleh Kepala Dinas Kesehatan Tingkat II.
Pemegang izin khusus atau apoteker pengelola apotek yang memusnahkan narkotika harus membuat berita acara pemusnahan paling sedikit 3 rangkap. Berita acara pemusnahan tersebut memuat:
1)   Hari, tanggal, bulan dan tahun pemusnahan.
2)   Nama pemegang izin khusus atau apoteker pengelola apotek.
3)   Nama seorang saksi dari pemerintah dan seorang saksi lain dari apotek tersebut.
4)   Nama dan jumlah narkotika yang dimusnahkan.
5)   Cara pemusnahan.
6)   Tanda tangan penanggung jawab apotek dan saksi-saksi
f.     Pelanggaran terhadap ketentuan pengelolaan narkotik
Dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, disebutkan bahwa pelanggaran terhadap ketentuan mengenai penyimpanan dan pelaporan narkotika dapat dikenai sanksi administratif oleh Menteri Kesehatan, yang berupa: teguran, peringatan, denda administratif, penghentian sementara kegiatan atau pencabutan izin

5.    Pengelolaan Psikotropik
Psikotropika menurut Undang-undang No. 5 Tahun 1997 merupakan zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis, bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
Ruang lingkup pengaturan psikotropik dalam Undang-Undang No. 5 tahun 1997 adalah segala yang berhubungan dengan psikotropika yang mempunyai potensi yang mengakibatkan ketergantungan.
Tujuan dari pengaturan psikotropika ini sama dengan narkotika, yaitu:
a.    Menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan.
b.    Mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika.
c.    Memberantas peredaran gelap psikotropika.
Kegiatan-kegiatan pengelolaan psikotropika meliputi:
a.    Pemesanan psikotropika
     Tata cara pemesanan obat-obat psikotropika sama dengan pemesanan obat lainnya, yakni dengan surat pemesanan yang sudah ditandatangani oleh APA yang dikirim ke pedagang besar farmasi (PBF). Pemesanan psikotropika tidak memerlukan surat pemesanan khusus dan dapat dipesan apotek dari PBF atau pabrik obat. Penyaluran psikotropika tersebut diatur dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 pasal 12 ayat (2) dinyatakan bahwa penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dapat dilakukan kepada apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter dan pelayanan resep. Satu lembar surat pesanan psikotropika dapat terdiri dari satu jenis obat psikotropika.
b.    Penyimpanan psikotropika
     Sampai saat ini, penyimpanan untuk obat-obatan golongan psikotropika belum diatur dalam perundang-undangan. Namun, karena obat-obatan psikotropika ini cenderung untuk disalahgunakan, maka disarankan agar menyimpan obat-obatan psikotropika tersebut dalam suatu rak atau lemari khusus yang terpisah dengan obat-obat lain, tidak harus dikunci dan membuat kartu stok psikotropika.
c.    Penyerahan psikotropika
     Penyerahan obat golongan psikotropika oleh apotek hanya dapat diberikan kepada apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter dan kepada pasien bila disertai dengan resep dokter.
d.   Pelaporan psikotropika
     Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1997, pabrik obat, PBF, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter dan lembaga penelitian dan atau lembaga pendidikan, wajib membuat dan menyimpan catatan mengenai kegiatan yang berhubungan dengan psikotropika dan wajib melaporkannya kepada Menteri Kesehatan secara berkala. Pelaporan psikotropika dilakukan setahun sekali dengan ditandatangani oleh APA dilakukan secara berkala yaitu setiap tahun kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan setempat dan Badan Pengawasan Obat dan Makanan.
e.    Pemusnahan psikotropika
     Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1997 pasal 53 tentang psikotropika, pemusnahan psikotropika dilakukan bila berhubungan dengan tindak pidana, diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan atau tidak dapat digunakan dalam proses psikotropika, kadaluarsa atau tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan atau untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Pemusnahan psikotropika wajib dibuat berita acara dan disaksikan oleh pejabat yang ditunjuk dalam waktu 7 hari setelah mendapat kepastian. Berita acara pemusnahan tersebut memuat:
1)   Hari, tanggal, bulan dan tahun pemusnahan.
2)   Nama pemegang izin khusus atau apoteker pengelola apotek.
3)   Nama seorang saksi dari pemerintah dan seorang saksi lain dari apotek tersebut.
4)   Nama dan jumlah psikotropika yang dimusnahkan.
5)   Cara pemusnahan.
6)   Tanda tangan penanggung jawab apotek dan saksi-saksi

B.    Kegiatan Non Teknis Kefarmasian
Pengelolaan non teknis kefarmasian, meliputi kegiatan:
1.  Pencatatan, pengarsipan, pelaporan narkotika, psikotropika dan dokumentasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2.      Administrasi pelayanan Pengarsipan resep, pengarsipan catatan pengobatan pasien, pengarsipan hasil monitoring penggunaan obat.

No comments:

Post a Comment

728