LAPORAN
BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA TERAPAN
MODUL III
ABSORBSI OBAT SECARA IN VITRO
Disusun Oleh:
Nama : ISTI SETIA HAPSARI
NIM : K 100110003
Kelas/kelompok : A1
Korektor :
LABORATORIUM BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA TERAPAN FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2013
I. TUJUAN
Mengukur permeabilitas obat (Asam Salisilat) di saluran pencernaan secara in vitro pada pH 7,5.
II. DASAR TEORI
Uji pelarutan in vitro mengukur laju dan jumlah pelarutan obat dalam suatu media “aqueous” dengan adanya satu atau lebih bahan tambahan yang terkandung dalam produk obat. Faktor yang harus dipertimbangkan adalah ukuran dan bentuk wadah dapat mempengaruhi laju dan tingkat pelarutan, jumlah pengadukan dan sifat pengaduk, suhu media pelarutan juga akan mempengaruhi uji pelarutan.
(Shargel, 1988)
Pengujian in vitro yaitu pengujian mengukur jumlah laju dan pelarutan obat dalam suatu media aqueouse dengan adanya satu atau lebih bahan tambahan yang terkandung dalam bahan tambahan obat. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan uji pelarutan antara iain : suhu percobaan harus dikendalikan , biasanya berkisar pada 37 ⁰C. Jumlah pengaduk dan sifat pengaduk yang mempengaruhi kelarutan dan laju pelarutan obat. Selain itu wadah juga mempengaruhi laju dan tingkat kelarutan obat. Media yang digunakan sebaiknya tidak jenuh dengan obat.
(Syukri, 2002)
Derajat ionisasi tergantung pada pH pelarutandimana obat tersebut ditampilkan ke membrane biologis dan kepada pKa yang diturunkan dari persamaan suatu asam
pH = pKa +log
untuk basa
pH = pKa +log
(Ansel,1989)
III. ALAT DAN BAHAN
· Alat:
a. Tabung Crane dan Wilson yang dimodifikasi, rancangan Yuwono dibuat Bengkel Kimia ITB.
b. Spektrofotometer
c. Waterbath
d. Neraca Analitik
e. pH meter
f. Alat-alat untuk oprasi
g. Alat-alat gelas
· Bahan:
a. Usus tikus
b. Cairan usus buatan tanpa pankreatin (pH 7,5)
c. Larutan NaCl 0,9 % b/v
d. Asam salisilat
e. Eter
f. Gas oksigen
g. Alkohol
h. Seng sulfat dan barium hidroksida
IV. METODE KERJA
· Cara Kerja Skematis
Penentuan Absorbsi pada Usus Tikus
Cara Analisis
· Analisis Cara Kerja
Pada percobaan absorbsi obat secara in vitro ini akan menggunakan tikus sebagai hewan uji. Tikus dibuat puasa 24jam agar absorbsi berjalan optimal karena absorbsi obat dipengaruhi oleh keepatan pengosongan lambung sehingga dalam keadaan kosong obat dapat terabsorbsi dengan cepat. Kemudain hewan uji dibunuh menggunakan eter. Bahan yang digunakan adalah asam salisilat karena merupakan suatuasam lemah yang dengan cepat diabsorbsi dari lambung (pH 1,2). Hal ini berkaitan dengan absorbsi obat dipengaruhi derajat ionisasi pada waktu obat berhadapan dengan membran.
Cairan mukosa yang digunakan adalah cairan lambung buatan tanpa pepsin (pH1,2) dan cairan usus buatan tanpa pankreatin (pH7,5), hal ini dimaksudkan mirip dengan kondisi lambung dan cairan usus manusia. Usus hewan uji dikeluarkan setelah dibunuh dengan eter, kemudian perutnya dibuka sepanjang linea mediaya. Usus sepanjang 15cm dibawah pylarus dibuang dan diambil 20cm dibawahnya untuk percobaan. Tujuan pembuangan usus dibawah pylorus adalah untuk menghindari kontaminasi asam lambung hingga absorbsinya dapat terganggu. Digunakan usus 20cm karena adanya vili yang menimbulkan besar luas permukaan. Usus yang digunakan harus dipisahkan dari lemak-lemaknya karena akan mengganggu absorbsi. Usus yang digunakan harus dibersihkan dulu dan diusahakan tidak rusak. Pembalikan usus dilakukan agar peningkatan luas permukaan absorbsi sehingga absorbsi optimal.
Digunakan cairan serosal 2mL untuk antisipasi, karena lubang kanal yang kecil.kemudian diperlakukan dengan menjaga suhu 370C agar sesuai dengan suhu tubuh manusia. Pada seluruh bagian usus dijaga agar dapat terendam dalam cairan mukosa dan selalu dialiri oksigen (fx) dengan kecepatan 100 gelembung per menit, namun tergantung dengan panjang usus dan media.
Pada analisis sampel diambil dan ditambah seng sulfat dan BaOH yang berfungsi untuk mengikat garam NaCl dalam cairan serosal menjadi endapan BaCl berwarna putih yang dapat dipisahkan dengan sentrifugasi sehingga dihasilkan supernatan yang mengandung asam salisilat. Kemudian ditambah FeNO3 sebelum dibaca pada spektro. Dalam hal ini, FeNO3 sebagai pembentuk kompleks warna sehingga absorbansinya dapat dibaca pada spektro UV-Vis.
Prinsip kerja dalam rangkaian alat tabung, obat yang ada dalam saluran pencernaan akhirnya akan mengalami absorbsi/transport menuju sirkulasi umum/kompartemen darah. Bila obat sudah diabsorbsi, maka cairan serosal akan mengandung obat. Pada menit tertentu, cairan serosal diambil dan ditetapkan kadarnya lalu cairan diganti. Cairan mucosal yang digunakan menyerupai cairan 0,01 M asam salisilat dalam cairan buatan tanpa pankreatin pH 7,5pH tersebut merupakan pH lambung dan usus. Alasan tidak diberipepsin dan pankreatin karena percobaan in vitro merupakan percobaan dengan proses diluar tubuh, jadi tidak ada peristiwa enzimatik.
V. HASIL PERCOBAAN
DATA PERCOBAAN
ABSORBSI OBAT SECARA IN VITRO
Nama bahan obat : Asam salisilat
Kadar bahan obat sebenarnya : 0,01 M
Kurva baku : y = 1,2095x – 0,079 nilai r = 0,964
λ max : 553 nm
Operating time : 5 menit
pH cairan : 7,5
a. Penentuan Operating Time (OT)
Sudah ditentukan dari laboratorium, yaitu 5 menit.
b. Penentuan Panjang Gelombang Maksimal (λmax)
èMemakai λmax praktikum sebelumnya = 553 nm
c. Penentuan Kurva Baku
Sudah ditentukan
èPersamaan Kurva Baku :
y = bx + a
y = 1,2095x – 0,079
T (menit) | Kontrol | Sampel | ||||
Absorbansi | Pengenceran | Kadar (mg/ml) | Absorbansi | Pengenceran | Kadar (mg/ml) | |
15 | 0,038 | 1x | 0,097 | 0,153 | 1x | 0,192 |
30 | 0,051 | 0,107 | 0,185 | 0,218 | ||
45 | 0,054 | 0,109 | 0,277 | 0,295 | ||
60 | 0,126 | 0,169 | 0,363 | 0,365 | ||
90 | 0,086 | 0,136 | 0,322 | 0,322 |
T (menit) | Ak | As | Ck (mg/mL) | Cs (mg/mL) | Cs-Ck (mg/mL) | Kadar Total (mg/mL) | Q (Cx1,5/100) (mg) | Q/A (mg/cm2) |
15 | 0,038 | 0,153 | 0,097 | 0,192 | | | | |
30 | 0,051 | 0,185 | 0,107 | 0,218 | | | | |
45 | 0,054 | 0,277 | 0,109 | 0,295 | | | | |
60 | 0,126 | 0,363 | 0,169 | 0,365 | | | | |
90 | 0,086 | 0,322 | 0,136 | 0,322 | | | | |
VI. PERHITUNGAN
A. Kadar Obat
a. Kadar obat kontrol (Ck)
Menit ke-15 | Menit ke-30 |
Absorbansi = 0,038 Y = 1,2095x - 0,079 0,038 = 1,2095x - 0,079 0,117 = 1,2095x X = 0,097 mg/mL | Absorbansi = 0,051 Y = 1,2095x - 0,079 0,051 = 1,2095x - 0,079 0,13 = 1,2095x X = 0,107 mg/mL |
Menit ke-45 | Menit ke-60 |
Absorbansi = 0,054 Y = 1,2095x - 0,079 0,054 = 1,2095x - 0,079 0,133 = 1,2095x X = 0,109 mg/mL | Absorbansi = 0,126 Y = 1,2095x - 0,079 0,126 = 1,2095x - 0,079 0,205 = 1,2095x X = 0,169 mg/mL |
Menit ke-90 | |
Absorbansi = 0,086 Y = 1,2095x - 0,079 0,086 = 1,2095x - 0,079 0,165 = 1,2095x X = 0,136 mg/mL |
b. Kadar obat sampel (Cs)
Menit ke-15 | Menit ke-30 |
Absorbansi = 0,153 Y = 1,2095x - 0,079 0,153 = 1,2095x - 0,079 0,232 = 1,2095x X = 0,192 mg/mL | Absorbansi = 0,185 Y = 1,2095x - 0,079 0,185 = 1,2095x - 0,079 0,264 = 1,2095x X = 0,218 mg/mL |
Menit ke-45 | Menit ke-60 |
Absorbansi = 0,277 Y = 1,2095x - 0,079 0,277 = 1,2095x - 0,079 0,356 = 1,2095x X = 0,295 mg/mL | Absorbansi = 0,363 Y = 1,2095x - 0,079 0,363 = 1,2095x - 0,079 0,442 = 1,2095x X = 0,365 mg/mL |
Menit ke-90 | |
Absorbansi = 0,322 Y = 1,2095x - 0,079 0,322 = 1,2095x - 0,079 0,491 = 1,2095x X = 0,332 mg/mL |
c. Kadar obat yang diabsorbsi (Cs-Ck)
Menit ke-15 | Menit ke-30 |
| |
Menit ke-45 | Menit ke-60 |
| |
Menit ke-90 | |
|
d. Kadar total (C)
· 15 menit
· 30 menit
· 45 menit
· 60 menit
· 90 menit
e. Jumlah obat yang diabsorpsi (Q)
Q = C
Menit ke-15 | Menit ke-30 |
| |
Menit ke-45 | Menit ke-60 |
| |
Menit ke-90 | |
|
f. A (Luas usus)
Diameter usus (d) = 0,4cm à(r) = 0,2cm
Panjang usus (p) = 10cm(untuk uji)
Panjang usus (p) = 10cm (untuk kontrol)
g. Q / A (jumlah obat yang diabsorbsi per satuan luas usus)
Menit ke-15 | Menit ke-30 |
| |
Menit ke-45 | Menit ke-60 |
| |
Menit ke-90 | |
|
h. Grafik hubungan jumlah dan kadar obat yang ditransport sebagai fungsi waktu
t (menit) | Q / A (mg/cm2) |
15 | |
30 | |
45 | |
60 | |
90 | |
Persamaan kurva baku
a = -5,353.10-5
b = 1,114.10-5
r = 0,995
y = bx + a
y =1,114.10-5x +( -5,353.10-5)
i. Lag time (y = 0)
y =1,114.10-5x +( -5,353.10-5)
0 =1,114.10-5x +( -5,353.10-5)
X= 4,805
x = 4,805menit àlebih kecil dari 15 menit
j. Cg (kadar obat dalam kompartemen luar (usus) pada waktu t
Cg = 0,01 M x BM asam salisilat
C = 0,01 M x 138,12 g/mol
Cg = 0,01 mol/L x 138,12 g/mol
Cg = 1,3812g/L
Cg = 1,3812mg/cm-3
k. Pm (permeabilitas membran)
VII. PEMBAHASAN
Percobaan yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh pH terhadap absorbsi asam salisilat di saluran pencernaan secara in vitro. Pengukuran permeabilitas asam salisilat secara in vitro untuk mengetahui kemampuan asam salisilat melewati saluran cerna. Usus yang digunakan sebagai membran fisiologi yang disesuaikan dengan keadaan lambung dengan pemberian cairan mukosal tanpa pepsin pH 7,5 yang telah dicampur dengan asam salisilat. Obat yang digunakan akan melewati membran dengan cara difusi pasif.
Pada umumnya obat bersifat asam lemah atau basa lemah. Salah satu faktor pemilihan tempat absorbsi obat berdasarkan sifat fisika kimia obat. Absorbsi obat dalam tubuh kebanyakan dalam bentuk tak terion karena obat tak terion lebih mudah dilewati membran. Pada percobaan ini asam salisilat memiliki sifat asam lemah, sehingga laju absorpsi obat ditentukan oleh besarnya ionisasi yg dipengaruhi oleh pKa dan pH medium. Jika obat yang bersifat asam lemah disesuaikan pada dua tempat pemberian/tempat absorbsi yaitu lambung dan usus akan menunjukkan bahwa asam lemah dalam bentuk tak terion banyak terdapat di lambung karena sifat lambung yang asam sehingga obat asam lemah hanya akan terion sedikit atau tidak akan terion. Di dalam usus, obat asam lemah akan terdapat banyak zat terion sehingga absorbsi obat asam lemah paling banyak terabsorbsi di lambung. Tetapi, usus dapat pula mengabsorbsi obat lebih maksimal karena luas permukaannya yang lebih luas.
Penelitian secara in vitro dilakukan dengan menggunakan metode kantung usus terbalik untuk menentukan daya absorbsi asam salisilat pada usus halus tikus dengan perbedaan suasana yang diberikan. Asam salisilat pada pH 7.5 (cairan intestinal) sebagian besar akan berada dalam bentuk terionisasi atau larut dalam air. Sedangkan obat untuk berdifusi melalui membran lipid (usus) obat harus berada dalam bentuk tak terion. Sedangkan asam salisilat pada pH 1.2 (lambung) akan lebih banyak dalam bentuk molekulnya sehingga obat lebih mudah berdifusi melalui membran usus sehingga absorbsinya akan menjadi lebih besar.
Didapatkan hasil data waktu vs Q/A didapat grafik yang linier yang menunjukkan bahwa asam salisilat yang diabsorbsi usus proporsional. Lag time yang didapat dari hasil percobaan 1,569menit à lebih kecil dari 15 menit, sehingga tidak terdapat masalah pada proses perlintasan difusi pasif melalui membran biologi. Lag time merupakan perpotongan garis pada grafik dengan sumbu x sebagai satuan waktu, sehingga y = 0. Lag time dianggap tidak menimbulkan masalah pada proses difusi pasif melewati membran bila < 15 menit. Hasil data untuk permeabilitas membran yang didapat pada percobaan ini 2,32 cm/menit. Permeabilitas membran yang didapat pada percobaan . Sehingga membran usus dapat ditembus/dilewati oleh asam salisilat.
VIII. KESIMPULAN
Grafik waktu vs Q/A menunjukkan garis linier, sehingga asam salisilat dapat diabsorbsi usus proporsional.
Lag time yang didapat dari hasil percobaan 1,569menit à lebih kecil dari 15 menit. Sehingga, asam salisilat tidak terdapat masalah pada proses perlintasan difusi pasif melalui membran biologi.
Permeabilitas membran yang didapat pada percobaan . Sehingga membran usus dapat ditembus/dilewati oleh asam salisilat
IX. DAFTAR PUSTAKA
· Ansel, H. C., 1989, Pengantar bentuk sediaan Farmasi, UI press, Jakarta.
· Shargel. 1998. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. Airlangga University Press. Surabaya
· Yandi, Syukri. 2002. Biofarmasetika. UII Press. Yogyakarta
No comments:
Post a Comment